Selasa, 19 Maret 2024 bertepatan dengan tanggal 8 Ramadlan 1445 H, Kyai Basirun wafat dalam usia 79 tahun setelah sakit kurang lebih hampir satu tahun. Sakit yang diderita tanpa kenal putus asa selalu berdo’a dan berobat. Memang setelah kepergian istrinya (wafat setahun sebelumnya), kesehatan Kyai Basirun mulai menurun. Beliau dikenal aktivis Nahdlatul Ulama (NU) yang tak kenal Lelah. Siang malam untuk khidmah kepada NU. Kalau urusan NU mesti menjadi nomor satu bagi Beliau, sampai urusan keluarga pun bisa menjadi nomor dua.
Dengan berkendaraan motor roda dua Kyai Basirun mendatangi pengurus NU ranting NU se Kec Wanasari siang dan malam. Seusia Beliau belum ada yang menandingi tenaganya untuk sekedar sowan kepada pengurus NU baik MWCNU atau ranting NU. Saat ditunjuk sebagai pengurus jam’iyyah thoriqoh tingkat kecamatan. Kyai Basirun menggerakan ranting NU untuk menyelenggarakan kegiatan mujahadah yang diimami oleh KH Mas Mansur Tarsudi sebagai Idaroh Syu’biyah Jatman Kab Brebes. Bersama dengan Kyai Abdul Aziz Hakim, KH Mulyani HBS dan Al Marhum Kyai Syarifudin Kertabesuki menghidupkan kegiatan tarekat di Kec Wanasari. Lebih lebih saat menjadi Wakil Rois Syuriah Beliau yang sangat aktif untuk menjalankan tugas jajaran Syuriyah.
Tercatat dalam kepengurusan MWCNU Wanasari, Beliau menjadi jajaran Mustasyar untuk masa khidmah 2022 – 2026. Sebelumnya Beliau menjadi Wakil Rois Syuriah MWCNU Wanasari masa khidmat 2017 – 2022. Saat menjadi wakil Rois Syuriah bersama Penulis sering bertemu mendiskusikan NU Wanasari dan menceritakan NU saat dirinya berkhidmah di Jakarta. Kalau sudah bicara NU hampir tidak ingat waktu.
Sejarah NU dalam beberapa periode, Kyai Basirun bisa menceritakan dengan gamblang dan jelas. Hal tersebut karena banyak referensi tentang NU yang dibaca ditambah sering mendengarkan ceramah secara langsung tentang NU.
Sebagai alumni Pesantren Al Ghozali Nganjuk Kyai Basirun sangat lekat dengan tradisi pesantren Salaf dan istiqomah mengajarkan keilmuan pesantren. Beberapa majlis ta’lim yang diasuh Beliau semuanya mengajarkan kitab kuning ala Pesantren. Bahasa yang digunakan juga sangat sederhana dan mudah ditangkap oleh mustami’in (pendengar yang yang mengikuti pengajian).
Rumah Beliau di dukuh Siasem Limbung desa Siasem Kec Wanasari Kab Brebes saat Penulis bertamu mejanya penuh dengan kitab kuning, termasuk kitab Safinah, Durotun Nasihin dan kitab yang lain. Sebagaian ada buku tentang NU serta kitab aurod termasuk kitab Manaqib Syekh Abdul Qodir Jalelani.Dinding rumahnya penuh dengan kalender beberapa Pesantren dan NU.
Beberapa hari menjelang wafat, Penulis bersama dengan Rois Syuriyah MWC NU Wanasari KH Sobarudin, berkunjung ke rumah Beliau. Sekalipun mata tidak bisa melihat, namun semangat untuk sehat muncul dalam ucapannya. Daya ingatnya juga masih tajam, bercerita tentang dulu saat mondok di Pesantren Nganjuk dan Kyai kyai Lirboyo. Sekalipun mondoknya di Nganjuk namun cerita tentang Lirboyo Beliau nyambung karena memang sering pasanan (bulan Ramadhan) di Lirboyo saat menjadi santri di Nganjuk. Lebih dari itu Kyai Basirun banyak mendapatkan cerita tentang Kyai-kyai Lirboyo dari beberapa alumni sepuh, termasuk Pengasih Pondok Pesantren Al Ghozali. Sehingga karena inilah memiliki persambungan (alaqoh) dengan Lirboyo yang kuat.
MWCNU Wanasari merasakan kehilangan sosok yang selalu aktif di NU saat sehat. Jasa pemikiran dan perjuangan dalam berkhidmat kepada masyarakat sungguh sangat banyak. Beberapa masjid saat Jumat Beliau menjadi khotib dan iman. Semuanya dijalani dengan tulus tanpa pernah mengeluh sedikitpun.
Sekalipun sudah sepuh tapi tetap mengikuti pengajian bulan Ramadhan di Pondok Pesantren Salafiyah Luwugragi yang diasuh oleh KH Subhan Ma’mun. Beliau termasuk orang yang dekat dengan KH Subhan, dulu rutin istighotsah bersama dengan H. Kholid, saudara Beliau. KH Subhan Ma’mun hadir memberikan penghormatan terakhir dan menjadi Imam Shalat jenazah Beliau. Al Fatihah.
(Penulis : Akhmad Sururi, Sekretaris MWCNU Wanasari)
The post Mengenang Sosok Kyai Basirun Mustasyar MWCNU Wanasari first appeared on pelitaindonews.