“Ini maulid Nabi apa maulid Abu Lahab?” Itulah kira-kira sentilan sebagian orang ketika mendengar penceramah yang mengisahkan bagaimana Abu Lahab diringankan siksanya karena bahagia dengan lahirnya Nabi.
Kisah tersebut memang banyak menuai pro-kontra dari sebagian tokoh Islam. Oleh karenanya, Saya ingin membuat muhawalah rangkuman kemusykilan dan jawabannya dalam tiga poin :
Pertama, menyoal sumber terpercaya dalam kisah tersebut.
Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki, seorang panglima aswaja internasional, dalam Mafahim-nya beliau menyebutkan nama-nama besar yang meriwayatkan kisah Abu Lahab tersebut. Seperti Imam Abd al Razzaq al Shan’ani, Imam al Bukhari di dalam shahih-nya,, al Hafidz Ibn Hajar, al Hafidz ibn Katsir, al Hafidz al Baihaqi, Ibn Hisyam, al Suhaili, al Hafidz al Baghawi, al Asykhar, dan al Amiri.
Beliau mengatakan di dalam Mafahim-nya ;
هذا الخبر رواه جملة من أئمة الحديث والسير مثل الإمام عبد الرزاق الصنعاني والإمام البخاري والحافظ ابن حجر والحافظ ابن كثير والحافظ البيهقي وابن هشام والسهيلي والحافظ البغوي وابن الدبيع والأشخر والعامري.
Nama-nama itu cukup kredibel untuk dijadikan sumber terpercaya dari kisah mimpi al Abbas.
Kedua, mengenai ihtijaj (berhujjah) menggunakan mimpi al Abbas.
Sebetulnya, Aswaja tidak membutuhkan dalil ini untuk menetapkan keabsahan maulid. Nushush al Quran dan Hadits sudah lebih dari cukup untuk menjadi hujjah maulid Nabi (kecuali bagi orang yang bermasalah dengan kaidah-kaidah istidlal). Namun demikian, banyak pendakwah yang dalam ceramahnya lebih memilih kisah mimpi al Abbas. Ini karena orang awam lebih tertarik mendengarkan cerita ringan daripada istidlal berat yang sarat istilah-istilah ushul dan ilmu hadits.
Maka, sah-sah saja apabila kisah mimpi al Abbas dijadikan sebagai bahan ceramah untuk memotivasi jama’ah. Bukan untuk hujjah dalam berdebat. Meskipun sebenarnya, ada beberapa syari’at yang juga dimulainya adalah dari mimpi. Seperti adzan, mula-mulanya adalah dari mimpi Sahabat Abdullah bin Zayd, lalu ditetapkan menjadi syari’at oleh Nabi. Ya, yang membuatnya menjadi syari’at adalah Nabi, hujjahnya adalah Nabi, bukan mimpi. It’s OK. Tapi menceritakan mimpi al Abbas juga bukan perbuatan dusta.
Ketiga, ini yang paling banyak disorot, yaitu mengenai orang kafir yang diringankan adzabnya.
Dalam kisah mimpi al Abbas, Abu Lahab diringankan siksanya setiap hari Senin. Padahal di dalam al Quran ;
لا يخفف عنهم العذاب
“Orang kafir tidak akan diringankan siksanya.”
Baik. Dosa yang diperbuat oleh Abu Lahab adalah dosa kekafiran dan dosa kemaksiatan. Imam al Baihaqi mengatakan ;
ما ورد من بطلان الخير للكفار فمعناه أنهم لا يكون لهم التخلص من النار ولا دخول الجنة، ويجوز أن يخفف عنهم من العذاب الذي يستوجبونه على ما ارتكبوه من الجرائم سوى الكفر بما عملوه من الخيرات.
Betul bahwa orang kafir tidak akan diringankan siksanya. Tapi maksudnya adalah dosa kekafirannya, kalau dosa selain kekafiran; seperti maksiat-maksiat lain, maka bisa saja siksanya diringankan.
Coba perhatikan; kata “anhum” dalam ayat di atas. Kembalinya adalah kepada “الذين كفروا وماتوا وهم كفار”
Artinya; yang tidak diringankan adalah dosanya orang kafir. Dosa yang mana? Ya dosa kekafirannya. Buktinya apa? Buktinya tidak menyebut predikat kemaksiatan misalnya ;
الذين كفروا وعصوا
Predikat yang disebut hanya kafir. “Alladzina kafaru” kalau dimusytaq-kan akan menjadi “al kuffar” . Ini sejalan dengan kaidah ;
تعليق الحكم بالمشتق يدل على علية ما منه الإشتقاق
Beda lagi dengan al Hafidz Al Syaibani dalam Jami’ul Ushul; beliau mengatakan bahwa keringanan siksa bagi Abu Lahab adalah sebuah khususiyah dan karomah bagi Nabi. Sebagaimana Abu Thalib juga diringankan siksanya (bagi yang berpendapat Abu Thalib disiksa).
Walhasil, maulid tidak butuh dalil dari kisah Abu Lahab ini. Tapi situasi dakwah kadang membutuhkannya; bukan sebagai dalil, tapi sebagai motivasi saja. Adapun keyakinan bahwa Abu Lahab itu diringankan siksanya, ini tidak masalah bagi akidah, toh ada banyak ulama yang menafsirkan kemungkinan hal tersebut.
*Aktivis Bahtsul Masail asal Brebes.