BREBES (Aswajanews.id) – “Selama ini kita lebih banyak diam. Alumni pesantren yang menjadi guru Madin hanya mendapat honor Rp100 ribu dari Pemprov Jateng, kita diam saja. Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada pesantren pun kita diam. Saat terjadi musibah di Pondok Pesantren Sidoarjo dan banyak orang menertawakan, kita juga diam. Santri dianaktirikan, kita tetap diam. Tapi jangan sekali-kali menyentuh kehormatan kiai dan pesantren,” tegas Gus Syaffa saat mengawali orasi dalam Aksi Damai Santri Bela Kiai dan Doa Bersama di Alun-alun Brebes, Jumat (17/10/2025).
Gus Syaffa menegaskan, santri sejatinya tidak diajarkan untuk turun ke jalan atau berdemonstrasi. Namun ketika marwah dan kehormatan kiai serta pesantren dilecehkan, maka langkah pergerakan menjadi keharusan. “Semua ini kita lakukan dengan tetap menjaga adabiyah dan akhlak sebagai santri. Aksi ini bukan bentuk kemarahan, melainkan bentuk cinta dan penghormatan kepada kiai,” ujarnya.
Ia menambahkan, santri dilarang melakukan bughot (pemberontakan), sebagaimana telah diputuskan dalam forum Bahtsul Masail pesantren. Namun menjaga kehormatan kiai dan pesantren adalah kewajiban moral yang harus dipegang teguh oleh seluruh santri.
Aksi damai dan doa bersama yang digagas Forum Peduli Pesantren Kabupaten Brebes di bawah koordinator Akhmad Sururi ini berlangsung tertib dan khidmat. Sejumlah tokoh turut hadir, di antaranya anggota DPRD Kabupaten Brebes H. Zubad Fahilatah, Nyai Nafisatul Khoiriyah, H. Ghufron dari Fraksi Gerindra, serta KH Nuridin dari Fraksi PPP.
Turut hadir pula jajaran Pengurus Cabang HIMASAL Kabupaten Brebes, lengkap dengan ketua, sekretaris, dan dewan harian. Dari kalangan alumni, tampak Gus Azam beserta rombongan alumni Pondok Pesantren Ploso, serta KH Abdul Hakim dan Kyai Aminudin dari Pondok Pesantren Sarang, bersama para alumni pesantren lainnya.
Aksi damai tersebut menjadi simbol bahwa santri siap bergerak membela kehormatan kiai dan pesantren, namun tetap berpegang pada nilai-nilai adab dan akhlak santri.
(Red/Nas)